Sabtu, 14 Mei 2011

JURNAL IFRS

International Accounting Standards and Accounting Quality
Abstract

We examine whether application of International Accounting Standards is associated with higher

accounting quality. The application of IAS reflects the combined effects of features of the

financial reporting system, including standards, their interpretation, enforcement, and litigation.

We find that firms applying IAS from 21 countries generally evidence less earnings

management, more timely loss recognition, and more value relevance of accounting amounts

than do a matched sample of firms applying non-US domestic standards. Differences in

accounting quality between the two groups of firms in the period before the IAS firms adopt IAS

do not account for the post-adoption differences. We also find that firms applying IAS generally

evidence an improvement in accounting quality between the pre- and post-adoption periods.

Although we cannot be sure that our findings are attributable to the change in the financial

reporting system rather than to changes in firms’ incentives and the economic environment, we

include research design features to mitigate the effects of both.



1.Pengantar
Pertanyaan yang kita alamat adalah apakah penerapan Standar Akuntansi Internasional
(IAS) dikaitkan dengan kualitas akuntansi yang lebih tinggi daripada aplikasi non-AS dalam negeri standards.1 Secara khusus, kami menyelidiki apakah akuntansi jumlah perusahaan yang menerapkan IAS menunjukkan manajemen kurang laba, pengakuan kerugian lebih tepat waktu, dan lebih tinggi relevansi nilai dari akuntansi jumlah perusahaan yang menerapkan standar domestik. Jumlah akuntansi yang kita membandingkan hasil dari interaksi fitur dari sistem pelaporan keuangan, yang mencakup standar akuntansi, interpretasi mereka, penegakan, dan litigasi. Karena kepentingan kita adalah kualitas akuntansi jumlah yang dihasilkan dari sistem pelaporan keuangan, kami tidak membuat upaya untuk menentukan kontribusi relatif dari masing-masing fitur-fiturnya. Kami mengacu pada gabungan
pengaruh fitur dari sistem pelaporan keuangan sebagai akibat penerapan IAS. Kami
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan menerapkan IAS memiliki kualitas akuntansi yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak dan bahwa kualitas akuntansi meningkatkan setelah perusahaan mengadopsi IAS.
Tujuan dari Komite Standar Akuntansi Internasional (IASC), dan penggantinya tubuh Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB), adalah untuk mengembangkan internasional diterima menetapkan standar tinggi kualitas pelaporan keuangan. Untuk mencapai tujuan ini, IASC dan IASB telah mengeluarkan standar berbasis prinsip, dan mengambil langkah-langkah untuk menghapus akuntansi diijinkan alternatif dan mewajibkan pengukuran akuntansi yang lebih mencerminkan perusahaan ekonomi posisi dan kinerja. Akuntansi dapat meningkatkan kualitas jika tindakan ini oleh pembuat standar kebijakan membatasi oportunistik manajemen dalam menentukan jumlah akuntansi, misalnya, mengelola
laba. kualitas Akuntansi juga bisa meningkat karena perubahan dalam pelaporan keuangan
sezaman dengan adopsi perusahaan dari IAS sistem, misalnya, penegakan yang lebih ketat. Dengan demikian, kami memperkirakan bahwa jumlah akuntansi berdasarkan IAS memiliki kualitas yang lebih daripada berdasarkan domestik standar.
Namun, setidaknya ada dua alasan mengapa prediksi kami mungkin tidak ditanggung keluar. Pertama,
IAS mungkin kualitas lebih rendah daripada standar domestik. Misalnya, membatasi manajerial kebijaksanaan yang berhubungan dengan alternatif akuntansi dapat menghilangkan kemampuan perusahaan untuk melaporkan akuntansi pengukuran yang lebih mencerminkan posisi ekonomi perusahaan dan kinerja. Selain itu, fleksibilitas yang melekat pada standar berbasis prinsip dapat menyediakan kesempatan yang lebih besar bagi perusahaan untuk mengelola pendapatan, sehingga mengurangi kualitas akuntansi.
Kedua, efek dari fitur dari sistem pelaporan keuangan lainnya dari standar
sendiri bisa menghilangkan peningkatan kualitas akuntansi yang timbul dari kualitas yang lebih tinggi standar akuntansi. Hal ini dapat terjadi, misalnya, jika penegakan standar akuntansi longgar.
Kami menafsirkan laba yang menunjukkan kurang manajemen laba sebagai kualitas yang lebih tinggi. metrik kami untuk manajemen laba didasarkan pada variasi perubahan laba bersih, rasio varians dari perubahan dalam laba bersih varians dari perubahan arus kas,
korelasi antara akrual dan arus kas, dan frekuensi laba bersih kecil positif.
Kami menafsirkan varians yang lebih tinggi dari perubahan laba bersih, rasio yang lebih tinggi dari varians dari perubahan laba bersih dan perubahan arus kas, kurang korelasi negatif antara akrual dan arus kas, dan frekuensi yang lebih rendah dari laba bersih kecil positif sebagai bukti pendapatan kurang manajemen. Kami juga menafsirkan laba yang mencerminkan kerugian dalam basis yang lebih tepat waktu sebagai dari kualitas yang lebih tinggi. metrik kami untuk pengakuan kerugian tepat waktu adalah frekuensi bersih negatif besar penghasilan. Kami menafsirkan frekuensi yang lebih tinggi sebagai bukti pengakuan kerugian lebih tepat waktu. Akhirnya, kita menafsirkan jumlah nilai akuntansi yang lebih relevan sebagai kualitas yang lebih tinggi. Kami metrik untuk relevansi nilai adalah kekuatan penjelas dari laba bersih dan nilai buku ekuitas harga, dan return saham untuk laba. Kami menafsirkan kekuatan penjelas yang lebih tinggi sebagai bukti lebih nilai relevansi. Semua metrik kualitas kami akuntansi didasarkan pada yang digunakan dalam penelitiansebelumnya.
Kami mendasarkan kesimpulan kami pada sampel perusahaan di 21 negara yang mengadopsi IAS antara 1994 dan 2003. Idealnya, kami akan berdasarkan kesimpulan kami pada sampel perusahaan yang secara acak untuk menerapkan IAS. Namun, periode sampel kami mendahului wajib penerapan IAS untuk perusahaan sampel yang paling, dan dengan demikian perusahaan mungkin telah mengadopsi IAS dalam menanggapi berubah insentif. Dengan demikian, kita bisa mendeteksi peningkatan kualitas akuntansi untuk perusahaan-perusahaan yang menerapkan IAS yang disebabkan perubahan dalam insentif dan bukan untuk perubahan dalam keuangan sistem pelaporan. Untuk mengurangi dampak perubahan insentif, ketika membangun kami akuntansi metrik kualitas yang berkaitan dengan manajemen laba rugi dan pengakuan tepat waktu, kami termasuk kontrol untuk faktor yang penelitian sebelumnya mengidentifikasi sebagai berhubungan dengan 'perusahaan sukarela
keputusan akuntansi, misalnya, pertumbuhan, leverage, dan kebutuhan untuk mengakses pasar modal. Kami metrik kualitas akuntansi juga mencerminkan pengaruh dari lingkungan ekonomi yang tidak disebabkan oleh sistem pelaporan keuangan. Lingkungan ekonomi mencakup ketidakstabilan kegiatan ekonomi dan lingkungan informasi. Untuk mengurangi efek ini, kami menggunakan cocok desain sampel dengan memilih perusahaan yang menerapkan standar domestik di negara yang sama, dan ukuran yang sama, setiap perusahaan sampel yang berlaku IAS. Kami membandingkan akuntansi metrik kualitas kedua kelompok perusahaan. Selain itu, beberapa dari kontrol kita termasuk ketika membangun kami
metrik juga proxy bagi lingkungan ekonomi. Meskipun kami menyertakan rancangan penelitian
fitur, kita tidak bisa yakin bahwa temuan kami dapat diatribusikan pada perubahan keuangansistem pelaporan dan bukan untuk perubahan insentif perusahaan "dan lingkungan ekonomi.Kita mulai dengan membandingkan metrik kualitas akuntansi bagi perusahaan menerapkan IAS kepada mereka
menerapkan standar domestik non-AS pada periode setelah perusahaan menerapkan IAS mengadopsi IAS, yaitu,periode pasca-adopsi. Hal ini memungkinkan kita untuk menguji apakah perusahaan menerapkan IAS telah lebih tinggi akuntansi kualitas dari perusahaan yang tidak. Kami menemukan bahwa dalam periode pasca-perusahaan adopsi menerapkan IAS umumnya kurang bukti manajemen laba, pengakuan kerugian lebih tepat waktu, dan
lebih nilai relevansi nilai akuntansi daripada perusahaan tidak menerapkan IAS. Secara khusus, perusahaan. Menerapkan IAS memiliki varians yang lebih tinggi dari perubahan laba bersih, korelasi kurang negatif antara akrual dan arus kas, frekuensi yang lebih tinggi dari laba bersih besar negatif, dan lebih tinggi relevansi nilai laba bersih dan nilai buku ekuitas dengan harga saham, dengan masing-masing perbedaan yang signifikan. Selain itu, mereka memiliki rasio yang lebih tinggi dari varians perubahan laba bersih dan perubahan arus kas, frekuensi yang lebih rendah dari laba bersih kecil yang positif, dan lebih tinggi relevansi nilai laba bersih untuk return saham kabar baik, walaupun perbedaan ini tidak signifikan.
Perusahaan menerapkan IAS dan standar domestik bisa menunjukkan perbedaan dalam akuntansi kualitas dalam periode pasca-adopsi karena mereka berbeda pada periode sebelum perusahaan menerapkan IAS mengadopsi IAS, yaitu, periode pra-adopsi. Untuk menentukan apakah hal ini terjadi, kita membandingkan mutu akuntansi dari dua kelompok perusahaan dalam periode pra-adopsi. Kami menemukan bahwa perbedaan metrik kualitas kami akuntansi dalam periode pra-adopsi tidak menjelaskan perbedaan dalam periode pasca-adopsi. Pada periode pra-adopsi, semua kecuali satu dari kualitas metrik untuk perusahaan yang nantinya menerapkan IAS berbeda tidak nyata dari orang-orang untuk perusahaan yang tidak berlaku IAS. Desain sampel yang cocok mungkin tidak sepenuhnya mengontrol perbedaan dalam ekonomi
lingkungan. Jadi, kami juga membandingkan metrik akuntansi berkualitas untuk perusahaan menerapkan IAS di pra-dan pasca-adopsi, sehingga secara efektif dengan menggunakan masing-masing perusahaan sebagai kontrol sendiri untuk ini perbedaan. Kami menemukan bahwa perusahaan menerapkan IAS menunjukkan kualitas akuntansi yang tinggi di postadoption periode daripada yang mereka lakukan dalam periode pra-adopsi, dengan empat dari delapan perbedaan yang
signifikan. Karena lingkungan ekonomi dapat berubah dari waktu ke waktu, kami juga menguji apakah peningkatan kualitas akuntansi bagi perusahaan-perusahaan yang menerapkan IAS lebih besar daripada untuk perusahaan yang tidak.
Kami menemukan bahwa secara umum peningkatan kualitas akuntansi lebih besar bagi perusahaan menerapkan IAS, walaupun hampir semua perbedaan dalam perubahan akuntansi metrik kualitas tidak
signifikan.
Kami memberikan kontribusi pada literatur memeriksa kualitas jumlah IAS akuntansi berbasis dua cara. Pertama, kami menggunakan sampel perusahaan yang luas di banyak negara mengadopsi IAS selama beberapa tahun. Sebaliknya, penelitian sebelumnya biasanya berfokus pada masing-masing negara menggunakan data dari periode waktu yang terbatas. Kedua, kita menggunakan array metrik kualitas yang diambil dari waktu yang umum
periode dan menggunakan seperangkat variabel kontrol. Temuan dari penelitian sebelumnya membandingkan kualitas jumlah akuntansi berdasarkan IAS penerapan dan standar domestik campuran, yang dapat diatribusikan untuk menggunakan metrik yang berbeda, menggambar data dari waktu agak berbeda titik, dan menggunakan variabel kontrol yang berbeda.
Sisanya dari makalah ini disusun sebagai berikut. Bagian selanjutnya mengembangkan
hipotesis dan bagian tiga menjelaskan desain penelitian. Bagian empat menjelaskan sampel dan data, dan bagian lima menyajikan hasil.
Bagian enam menawarkan ringkasan dan kesimpulan.



Referensi : Research Paper No. 1976

International Accounting Standards and

Accounting Quality

Mary E. Barth

Wayne R. Landsman

Mark H. Lang

September 2007



Komentar :

Dari hasil penelitian diatas yaitu, Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan menerapkan IAS memiliki kualitas akuntansi yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak dan bahwa kualitas akuntansi meningkatkan setelah perusahaan mengadopsi IAS.

Itu berarti penerapan IAS pada perusahaan dapat memberi dampak yang baik terhadap perusahaan tersebut sehingga perusahaan tersebut memiliki kualitas akuntansi yang lebih tinggi daripada sebelum menerapkan IAS. Namun, ada juga keterbatasan IAS yaitu membatasi manajerial kebijaksanaan yang berhubungan dengan alternatif akuntansi dapat menghilangkan kemampuan perusahaan untuk melaporkan akuntansi pengukuran yang lebih mencerminkan posisi ekonomi perusahaan dan kinerja. Selain itu, fleksibilitas yang melekat pada standar berbasis prinsip dapat menyediakan kesempatan yang lebih besar bagi perusahaan untuk mengelola pendapatan, sehingga mengurangi kualitas akuntansi.

Inilah keuntungan pasca perusahaan mengadopsi IAS, umumnya kurang bukti manajemen laba, pengakuan kerugian lebih tepat waktu, dan
lebih nilai relevansi nilai akuntansi daripada perusahaan tidak menerapkan IAS. Secara khusus, perusahaan.








Sabtu, 02 April 2011

jurnal hasil penelitian tentang konversi dari psak lokal ke ifrs internasional

Konvergensi IFRS
Pengertian IFRS

IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).

Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)

Natawidnyana(2008), menyatakan bahwa Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Pada bulan April 2001, IASB mengadospsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.

Struktur IFRS

International Financial Reporting Standards mencakup:

* International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
* International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)

Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan (Chariri, 2009).
Konverjensi ke IFRS di Indonesia

Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.

Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB. Adapun posisi IFRS/IAS yang sudah diadopsi hingga saat ini dan akan diadopsi pada tahun 2009 dan 2010 adalah seperti yang tercantum dalam daftar- daftar berikut ini.

Tabel 1:
IFRS/IAS yang Telah Diadopsi ke dalam PSAK hingga 31 Desember 2008

1. IAS 2 Inventories
2. IAS 10 Events after balance sheet date
3. IAS 11 Construction contracts
4. IAS 16 Property, plant and equipment
5. IAS 17 Leases
6. IAS 18 Revenues
7. IAS 19 Employee benefits
8. IAS 23 Borrowing costs
9. IAS 32 Financial instruments: presentation
10. IAS 39 Financial instruments: recognition and measurement
11. IAS 40 Investment propert

Tabel 2:
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada Tahun 2009

1. IFRS 2 Share-based payment
2. IFRS 4 Insurance contracts
3. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
4. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources
5. IFRS 7 Financial instruments: disclosures
6. IAS 1 Presentation of financial statements
7. IAS 27 Consolidated and separate financial statements
8. IAS 28 Investments in associates
9. IFRS 3 Business combination
10. IFRS 8 Segment reporting
11. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates and errors
12. IAS 12 Income taxes
13. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates
14. IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans
15. IAS 31 Interests in joint ventures
16. IAS 36 Impairment of assets
17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets
18. IAS 38 Intangible assets

Tabel 3:
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada Tahun 2010

1. IAS 7 Cash flow statements
2. IAS 20 Accounting for government grants and disclosure of government assistance
3. IAS 24 Related party disclosures
4. IAS 29 Financial reporting in hyperinflationary economies
5. IAS 33 Earning per share
6. IAS 34 Interim financial reporting

Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY)

Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal.

Membahas tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions)

Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Standard akuntansi internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan perusahaan multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam perdagangan multinasional.

IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.

IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.

IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.

Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan
2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna

Manfaat dari adanya suatu standard global:
1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Stadart pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal
2. investor dapat membuat keputusan yang lebih baik
3. perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi
4. gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi.

Hamonisasi telah berjalan cepat dan efektif, terlihat bahwa sejumlah besar perusahaan secara sukarela mengadopsi standard pelaporan keuangan Internasional (IFRS). Banyak Negara yang telah mengadopsi IFRS secara keseluruhan dan menggunakan IFRS sebagai dasar standard nasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya.

Usaha-usaha standard internasional ini dilakukan secara sukarela, saat standard internasional tidak berbeda dengan standard nasional, maka tidak akan ada masalah, yang menjadi masalah, apabila standard internasional berbeda dengan standard nasional. Bila hal ini terjadi, maka yang didahulukan adalah standard nasional (rujukan pertama).

Banyak pro dan kontra dalam penerapan standard internasional, namun seiring waktu, Standard internasional telah bergerak maju, dan menekan Negara-negara yang kontra. Contoh : komisi pasar modal AS, SEC tidak menerima IFRS sebagai dasar pelaporan keuangan yang diserahkan perusahaan-perusahaan yang mencatatkan saham pada bursa efek AS, namun SEC berada dalam tekanan yang makin meningkat untuk membuat pasar modal AS lebih dapat diakses oleh para pembuat laporan non-AS. SEC telah menyatakan dukungan atas tujuan IASB untuk mengembangkan standard akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan yang digunakan dalam penawaran lintas batas.

>> Dengan pengadopsian IFRS memang diperuntukkan sebagai contoh bahwa dalam hidup kita memang mengalami perubahan, dan perubahan ini terjadi akibat adanya perkembangan dari segala aspek. Namun dalam mengadopsi IFRS , sayangnya masih terdapat pihak-pihak yang mungkin menentangnya, contoh alasannya adalah pemahaman yang mungkin masih dirasa kurang. Mengapa tidak, IFRS ini dalam penjelasannya masih menggunakan bahasa Inggris yang berarti kita harus menerjemahkannya kedalam bahasa yang sesuai dengan Negara yang akan menganutnya. Dengan ini, permasalahannya adalah kita memerlukan banya waktu untuk menerjemahkan. Serta anggapan bahwa dengan pengubahan ini menimbulkan biaya yang lumayan besar. Karena inilah pengadopsian IFRS di Indonesia belum berjalan.

Referensi:

http://sari.student.umm.ac.id/

http://www.kanaka.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=63:konverjensi-ke-ifrs-di-indonesia&catid=44:audit

http://www.managementfile.com/column.php?sub=finance&id=149&page=finance
7. IAS 41 Agriculture 

http://theinspiringblog.blogspot.com/2011/02/konvergensi-ifrs-international.html

Kamis, 10 Maret 2011

ED PSAK 46 REVISI 2010 PAJAK PENDAPATAN


TANGGAPAN ATAS ED PSAK 46 (REVISI 2010)


Jawaban atas Pertanyaan


A.     Pengaturan mengenai Pajak Penghasilan Final


1.       Komentar atas pertanyaan

a.       Ketentuan mengenai PPh Final masih diperlukan di PSAK sehingga ada keseragaman perlakuan akuntansi di dalam praktik, khususnya dalam hal pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan.
b.       Hal ini merujuk pada penjelasan Pasal 28 ayat 7 UU KUP 2007 “…pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.

2.       Komentar atas paragraf 98 baris 38

a.       Penggunaan kata “maka” di baris 38 tidak tepat karena tidak ada induk kalimat dalam kalimat tersebut. “Apabila nilai tercatat aset atau liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari dasar pengenaan pajaknya” merupakan anak kalimat, sedangkan “maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan” juga merupakan anak kalimat.
b.       Seharusnya kata “maka” ini dihilangkan sehingga bunyi kalimat secara lengkap adalah “Apabila nilai tercatat aset atau liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari dasar pengenaan pajaknya, perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan”. Dengan demikian, “Apabila nilai tercatat aset atau liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari dasar pengenaan pajaknya” berfungsi sebagai anak kalimat, sedangkan “perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan” menjadi induk kalimat.

3.       Komentar atas paragraf 101 baris 19 dan paragraf 102 baris 22

a.       Dalam kata “dimuka” seharusnya ditulis “di muka” karena kata “di” dalam kata tersebut berfungsi sebagai kata depan, bukan awalan “di”.
b.       Untuk membedakan kata “di” sebagai awalan atau pun kata depan, kita bisa melihatnya dalam kalimat pasif dan aktif. Misalnya,
1)       Kata “di” sebagai awalan
▪ “dibebankan” (pasif) bisa diubah menjadi “membebankan” (aktif),
▪ “dibayar” (pasif) bisa diubah menjadi “membayar” (aktif)
▪ “diakui” (pasif) bisa diubah menjadi “mengakui” (aktif), dan
▪ “disajikan” (pasif) bisa diubah menjadi “menyajikan” (aktif).
2)       Kata “di” sebagai kata depan
▪ “didepan” tidak bisa diubah menjadi “medepan” atau “mendepan”
▪ “dimuka” tidak bisa diubah menjadi “memuka”
▪ “diatas” tidak bisa diubah menjadi “meatas” atau “mengatas”

4.       Komentar atas paragraf 101 baris 20

a.       Kata “dan” seharusnya diganti dengan “atau”.
b.       Jika kata “dan” dipakai, akun Pajak Dibayar di Muka dan akun Pajak yang Masih Harus Dibayar harus dipakai bersamaan. Jika digunakan kata “atau”, entitas bisa memilih akun yang sesuai.
c.       Dalam hal beban pajak < PPh Final terutang, entitas akan menjurnal selisihnya sbb.:
Db. Beban pajak kini                                                          xxxx
Kr.  Pajak yang Masih Harus Dibayar                                             xxxx
d.       Dalam hal beban pajak > PPh Final terutang, entitas akan menjurnal selisihnya sbb.:
Db. Pajak Dibayar di Muka                                                xxxx
Kr. Beban pajak kini                                                                            xxxx 

B.     Pengaturan mengenai perlakuan terhadap Surat Ketetapan Pajak


1.       Isi paragraf 103

“Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada Laporan Laba Rugi periode berjalan, kecuali apabila diajukan keberatan dan atau banding. Jumlah tambahan pokok pajak dan denda yang ditetapkan dengan SKP ditangguhkan pembebanannya sepanjang memenuhi kriteria pengakuan aset. Apabila terdapat kesalahan maka perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25 (revisi 2010): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan”.

2.       Komentar atas penggunaan kata “denda”

a.       Penggunaan kata “denda” dalam baris 29 dan 34 kurang tepat karena di dalam UU KUP sanksi administrasi pajak yang ada di dalam SKP terdiri dari denda, kenaikan, dan bunga. Seharusnya dipakai istilah “sanksi administrasi”, bukan “denda”
b.       Ketiga sanksi yang ada di dalam SKP tersebut terangkum sbb.:

Rincian Sanksi Administrasi
Pasal Terkait dlm UU KUP
A. Denda

1.   Denda karena terlambat melaporkan SPT 
7
2.   Denda 150% dalam pembetulan SPT
8 ayat 3
3.   Denda 2% dari DPP
14 ayat 1 huruf d, e, & f  dan ayat 4
4.   Denda 200% untuk kealpaan pertama kali yang berakibat kerugian negara
13A
B. Bunga

1.   Bunga 2% karena pembetulan SPT
8 ayat 2 dan 2a
2.   Bunga 2% karena terlambat setor pajak
9 ayat 2a & 2b
3.   Bunga 2% dari pajak kurang bayar dalam SKPKB
13 ayat 1 huruf a & e dan ayat 2
4.   Bunga 48% karena ada pidana fiskal setelah daluwarsa 5 tahun lewat
13 ayat 5
5.   Bunga 2% per bulan dalam penerbitan STP
Pasal 14 ayat 1 huruf a & b dan ayat 3
6.   Bunga 2% per bulan dari PPN yang telah direstitusi
14 ayat 1 huruf g & ayat 5
7.   Bunga 2% per bulan dari utang pajak yang belum dilunasi
19 ayat 1-3
C. Kenaikan

1.   Kenaikan 50% karena pembetulan SPT
8 ayat 4 & 5
2.   Kenaikan 50% dari PPh kurang bayar dalam SKPKB
13 ayat 1 huruf b & d dan ayat 3 huruf a
3.   Kenaikan 100% dari PPh kurang bayar dalam SKPKB
13 ayat 1 huruf b & d dan ayat 3 huruf b
4.   Kenaikan 100% dari PPN kurang bayar dalam SKPKB
13 ayat 1 huruf b, c & d dan ayat 3 huruf c
5.   Kenaikan 100% dalam SKPKBT
15
6.   Kenaikan 100% dalam restitusi pendahuluan
17C & 17D


1.   Pidana Fiskal Karena Kealpaan
38
2.   Pidana Fiskal Karena Kesengajaan
39 ayat 1 UU
3.   Pidana Fiskal Karena Pengulangan Tindak Pidana
39 ayat 2
4.   Pidana Fiskal Karena Percobaan Melakukan Tindak Pidana
39 ayat 3
5.   Pidana Fiskal Karena Penerbitan Faktur Pajak
39A
6.   Pidana Fiskal untuk Pejabat yang Tidak  Memenuhi Kewajiban Merahasiakan
41
7.   Pidana Fiskal untuk Orang yang Tidak Memberi Keterangan
41A
8.   Pidana Fiskal Karena Menghalangi/Mempersulit Penyidikan Pajak
41B
9.   Pidana Fiskal Karena Kewajiban Memberikan Data/Informasi Perpajakan Tidak Terpenuhi
35A & 41C
       

3.       Komentar atas penggunaan kata “Surat Ketetapan Pajak (SKP)”

a.       Di dalam paragraf 103 perlu diatur juga tentang perlakuan akuntansi untuk “Surat Tagihan Pajak (STP) yang sama dengan perlakuan SKP.
b.       Di dalam proses penagihan pajak, selain SKP, terkadang kantor pajak juga menerbitkan Surat Tagihan Pajak. Penerbitan STP tersebut bisa bersamaan dengan SKP atau secara terpisah.
c.       Jika di dalam proses sengketa atas SKP dikenal dengan keberatan dan atau banding, atas penerbitan STP, wajib pajak juga bisa menempuh prosedur yang berurutan berikut ini:
1)       Permohonan penghapusan/pengurangan sanksi sesuai Pasal 36 UU KUP; dan atau
2)       Gugatan ke Pengadilan Pajak sesuai Pasal 23 UU KUP.
d.       Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan penghapusan/pengurangan sanksi ke kantor pajak, lalu gugatan ke pengadilan pajak, pembebanan sanksi menjadi tertunda sampai ada keputusan yang bersifat tetap.

4.       Komentar atas penggunaan kata “maka” di baris 36

Seharusnya kata “maka” dihilangkan sehingga kalimat secara keseluruhan berbunyi “Apabila terdapat kesalahan, perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25 (revisi 2010): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan”

C.     Ketentuan mengenai unused tax credit


1.       Kredit pajak hanya bisa diklaim pada tahun dilakukannya pemotongan/pemungutan. Hal ini diatur di dalam Pasal 20 UU PPh.

2.       Pasal 20 UU PPh di antaranya mengatur sbb.:

a.       Pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri.
b.       Pelunasan pajak tersebut dilakukan untuk setiap bulan atau masa lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
c.       Pelunasan pajak tersebut merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final

3.       Karena kredit pajak tersebut tidak bisa lagi dimanfaatkan di tahun pajak berikutnya, otomatis kriteria pengakuan aset terkait dengan adanya “future economic benefit” untuk unused tax credit tersebut menjadi tidak terpenuhi. Dengan demikian, kami tidak setuju atas pengakuan aset pajak tangguhan atas unused tax credit tersebut.  Alasan pertama bahwa perpajakan Indonesia tidak menganut prinsip tersebut, alasan kedua adalah dikhawatirkan informasi laporan keuangan yang dihasilkan dapat menyesatkan, dan alasan terakhir bahwa stakeholder Direktorat Jenderal Pajak akan pada apriori terhadap ED PSAK 46 (Revisi 2010).

 

D.     Contoh-contoh dalam ED PSAK 46 (Revisi 2010)


1.       Di dalam terminologi pajak, kedua istilah “perbedaan temporer kena pajak” (taxable temporary difference) dan “perbedaan temporer dapat dikurangkan” (deductible temporary difference) kurang lazim dikenal di Indonesia, baik di dalam peraturan pajak maupun praktik perpajakan. Sebagai gantinya, para praktisi pajak yang juga terlibat menekuni akuntansi sering menggunakan istilah koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi fiskal tersebut terbagi menjadi beda tetap dan beda waktu.

2.       Tabel berikut menggambarkan koreksi fiskal saat penyusunan Surat Pemberitahuan (SPT) dan dampak pajak tangguhannya jika koreksi fiskal tersebut terkait dengan perbedaan temporer :


Koreksi fiskal
Jenis akun yang dikoreksi
Perbandingan nilai tercatat di lap. laba rugi
Pajak Tangguhan
Istilah yang digunakan dalam PSAK No. 46
Koreksi positif
Penghasilan
Akuntansi < Pajak
Aset pajak tangguhan
Perbedaan termporer dapat dikurangkan
Biaya
Akuntansi > Pajak
Aset pajak tangguhan
Perbedaan termporer dapat dikurangkan
Koreksi negatif
Penghasilan
Akuntansi > Pajak
Liabilitas pajak tangguhan
Perbedaan temporer kena pajak
Biaya
Akuntansi < Pajak
Liabilitas pajak tangguhan
Perbedaan temporer kena pajak

3.       Ilustrasi di dalam PSAK perlu menambahkan terminologi yang lazim digunakan di dalam praktik perpajakan di Indonesia atau menggunakan tabel yang menjembatani penggunaan terminologi PSAK sesuai IFRS dan terminologi pajak dalam praktik. Tabel pada butir 2 merupakan contoh yang bisa menjembatani antara terminologi pajak dan akuntansi.  Usulan ini disampaikan agar salah satu stakeholder, yaitu Direkrtorat Jenderal Pajak, akan terbuka terhadap ED PSAK 46 (Revisi 2010).


4.       Komentar per paragraf  


No
Halaman & Paragraf
Isi paragraf
Komentar
1.      
h.50 p.02
Pendapatan dari penjualan barang yang diperhitungkan dalam laba akuntansi ketika barang dikirim tapi diperhitungkan dalam laba kena pajak pada saat kas diterima …
§  Sesuai dengan Pasal 28 UU KUP, pajak juga mengakui pendapatan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan metode pengakuannya bisa berbasis akrual atau pun kas.
§  Di dalam praktik perbedaan perlakuan seperti ini jarang terjadi karena di dalam perpajakan pendapatan dari penjualan barang juga diakui ketika barang dikirim.
§  Dengan demikian, transaksi ini tidak menimbulkan perbedaan temporer.
2.      
h.50 p.04
Biaya pengembangan sudah dikapitalisasi dan akan diamortisasi terhadap laporan laba rugi komprehensif tapi dikurangkan dalam menentukan laba kena pajak pada periode terjadinya.
§  Biaya pengembangan juga bisa dikapitalisasi dalam pajak sepanjang memenuhi kriteria Pasal 11A UUPPh.
§  Di dalam Pasal 11A UUPPh di antara diatur bahwa pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan harus dikapitalisasi dan bebannya dilakukan melalui amortisasi selama 4, 8, 16, atau 20 tahun sesuai dengan peraturan.
§  Jadi, permasalahannya bukan terletak pada secara akuntansi biaya tersebut dikapitalisasi, sedangkan secara fiskal biaya tersebut dibebankan pada tahun berjalan. Akan tetapi, permasalahannya pada masa manfaat dan metode amortisasinya
3.      
h.55 p.03
Biaya persediaan yang terjual sebelum akhir periode pelaporan dikurangkan dalam penghitungan laba akuntansi apabila barang atau jasa telah diberikan, tetapi dikurangkan dalam penghitungan laba kena pajak saat kas telah diterima
Lihat komentar no. 1 di atas
Ket: h. = halaman; p. = paragraf; dan b. = baris

E.      Ketentuan Transisi dan Tanggal Efektif    


Kami setuju dengan ketentuan transisi dan tanggal efektif ED PSAK 46 (revisi 2010): Pajak Penghasilan

SPT Konsolidasi di Paragraf 10


1.       Di dalam ketentuan perpajakan Indonesia tidak ada (tidak dikenal) SPT konsolidasi. Ini mengacu pada Pasal 3 ayat (1) UU KUP 2007 yang di antaranya mengatur bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan, menandatangani serta menyampaikannya ke kantor pajak.

2.       Perbandingan perbedaan temporer akan lebih praktis dan aplikatif dilakukan dalam laporan keuangan konsolidasian jika perbedaan temporer tersebut mengacu pada laporan keuangan masing-masing entitas.

3.       Jika dimungkinkan, standar yang mengatur tentang SPT konsolidasi bisa dihilangkan.  Alasan pertama bahwa perpajakan Indonesia tidak menganut prinsip tersebut, alasan kedua adalah dikhawatirkan informasi laporan keuangan yang dihasilkan dapat menyesatkan, dan alasan terakhir bahwa stakeholder Direktorat Jenderal Pajak akan pada apriori terhadap ED PSAK 46 (Revisi 2010).


Penggunaan Tata Bahasa Indonesia


1.       Penggunaan kata “maka” yang tidak tepat dalam penerapan kalimat bersyarat dan beberapa kalimat majemuk seperti contoh di bawah ini:


§  Contoh 1:

“Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, maka dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset”.  Kalimat tersebut tidak bisa ditukar menjadi ”maka dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset, apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak”.

“Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset”.  Kalimat tersebut bisa ditukar menjadi ”dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset, apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak”.
  
§  Contoh 2:

Kalimat “Berdasarkan kedua analisis tersebut, maka tidak ada liabilitas pajak tangguhan” tidak bisa ditukar menjadi “Maka tidak ada liabilitas pajak tangguhan berdasarkan kedua analisis tersebut”.

Kalimat “Berdasarkan kedua analisis tersebut, tidak ada liabilitas pajak tangguhan” bisa ditukar menjadi “Tidak ada liabilitas pajak tangguhan berdasarkan kedua analisis tersebut”.

2.       Tabel berikut berisi rangkuman beberapa penggunaan kata “maka” yang kurang tepat. Untuk itu, disarankan tim konvergensi di IAI melihat kembali terjemahan dalam ED PSAK 46 dan terjemahan ED PSAK lainnya maupun PSAK yang sudah disahkan. Komentar perbaikan kami sajikan pada tabel di bawah ini.


No
Halaman, Paragraf & baris
Kalimat yang tertulis
Kalimat seharusnya
1.     
h.5 p.6 b.18
Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, maka dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset.
Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset.
2.     
h.6 p.6 b.18 dan b.25
Berdasarkan kedua analisis tersebut, maka tidak ada liabilitas pajak tangguhan.
Berdasarkan kedua analisis tersebut, tidak ada liabilitas pajak tangguhan.
3.     
h.6 p.7 b.32
Dalam hal pendapatan diterima dimuka, maka dasar pengenaan pajak yang ditimbulkan liabilitas tersebut merupakan jumlah tercatat liabilitas
Dalam hal pendapatan diterima dimuka, dasar pengenaan pajak yang ditimbulkan liabilitas tersebut merupakan jumlah tercatat liabilitas
4.     
h.8 p.9 b.7
Apabila dasar pengenaan pajak aset atau liabilitas tidak begitu jelas, maka dasar pengenaan pajak tersebut dapat ditentukan menurut prinsip dasar yang digunakan pada Pernyataan ini
Apabila dasar pengenaan pajak aset atau liabilitas tidak begitu jelas, dasar pengenaan pajak tersebut dapat ditentukan menurut prinsip dasar yang digunakan pada Pernyataan ini
5.     
h.8 p.10 b.26
Dalam hal entitas melaporkan menggunakan SPT konsolidasi, maka dasar pengenaan pajak merujuk pada SPT Konsolidasi
Dalam hal entitas melaporkan menggunakan SPT konsolidasi, dasar pengenaan pajak merujuk pada SPT Konsolidasi
6.     
h.9 p.11 b.1
Apabila jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode kini dan periode-periode sebelumnya melebihi jumlah pajak yang terutang untuk periode-periode tersebut, maka selisihnya diakui sebagai aset
Apabila jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode kini dan periode-periode sebelumnya melebihi jumlah pajak yang terutang untuk periode-periode tersebut, selisihnya diakui sebagai aset
7.     
h.9 p.13 b.9
Apabila kerugian pajak digunakan untuk memulihkan pajak kini dari periode sebelumnya, maka entitas mengakui manfaat tersebut sebagai aset …
Apabila kerugian pajak digunakan untuk memulihkan pajak kini dari periode sebelumnya, entitas mengakui manfaat tersebut sebagai aset …
8.     
h.9 p.14 b.30
Namun, untuk perbedaan temporer kena pajak terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam ventura bersama, maka liabilitas pajak tangguhan harus diakui sesuai dengan paragraf 40
Namun, untuk perbedaan temporer kena pajak terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam ventura bersama, maka liabilitas pajak tangguhan harus diakui sesuai dengan paragraf 40
9.     
h.10 p.15 b.30
Untuk memulihkan jumlah tercatat 100, maka entitas harus memperoleh laba kena pajak sebesar 100
Untuk memulihkan jumlah tercatat 100, entitas harus memperoleh laba kena pajak sebesar 100
10.  
h.11 p.16 b.17
…apabila penyusutan menurut pajak lebih lambat dibanding penyusutan menurut akuntansi, maka timbul perbedaan temporer dapat dikurangkan dalam penghitungan laba kena pajak…
…apabila penyusutan menurut pajak lebih lambat dibanding penyusutan menurut akuntansi, timbul perbedaan temporer dapat dikurangkan dalam penghitungan laba kena pajak…
11.  
h.12 p.18 b.24
…apabila jumlah tercatat aset disesuaikan ke nilai wajarnya tetapi dasar pengenaan pajak aset tersebut tetap sebesar harga perolehan sebelumnya, maka timbul perbedaan temporer yang mengakibatkan timbulnya liabilitas pajak tangguhan
…apabila jumlah tercatat aset disesuaikan ke nilai wajarnya tetapi dasar pengenaan pajak aset tersebut tetap sebesar harga perolehan sebelumnya, timbul perbedaan temporer yang mengakibatkan timbulnya liabilitas pajak tangguhan
12.  
h.15 p.21 b.27
Jika entitas selanjutnya mengakui kerugian penurunan Rp20 atas goodwill tersebut, maka jumlah perbedaan temporer kena pajak berkaitan pada goodwill berkurang dari Rp100 menjadi Rp80
Jika entitas selanjutnya mengakui kerugian penurunan Rp 20 atas goodwill tersebut, jumlah perbedaan temporer kena pajak berkaitan pada goodwill berkurang dari Rp 100 menjadi Rp 80
13.  
h.15 p.22 b.6
Apabila jumlah tercatat goodwill pada akhir tahun akuisisi tetap sebesar Rp100, maka perbedaan temporer kena pajak adalah Rp20 ditimbulkan pada akhir tahun tersebut
Apabila jumlah tercatat goodwill pada akhir tahun akuisisi tetap sebesar Rp100, perbedaan temporer kena pajak adalah Rp20 ditimbulkan pada akhir tahun tersebut
14.  
h.15 p.22 b.9
Karena perbedaan temporer kena pajak tidak terkait pada pengakuan awal goodwill, maka hasil liabilitas pajak tangguhan diakui.
Karena perbedaan temporer kena pajak tidak terkait pada pengakuan awal goodwill, hasil liabilitas pajak tangguhan diakui.
15.  
h.15 p.23 b.31
apabila transaksi tersebut mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba kena pajak, maka entitas mengakui aset atau liabilitas pajak tangguhan dan mengakui beban atau penghasilan pajak tangguhan dalam laporan laba rugi …
apabila transaksi tersebut mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba kena pajak, entitas mengakui aset atau liabilitas pajak tangguhan dan mengakui beban atau penghasilan pajak tangguhan dalam laporan laba rugi …
16.  
h.16 p.23 b.16
Selama entitas memulihkan jumlah tercatat aset, maka entitas akan menghasilkan penghasilan pajak sebesar 1.000 dan membayar pajak sebesar 400
Selama entitas memulihkan jumlah tercatat aset, entitas akan menghasilkan penghasilan pajak sebesar 1.000 dan membayar pajak sebesar 400
Ket: h. = halaman; p. = paragraf; dan b. = baris

3.       Penggunaan kata penghubung “…mana…” yang tidak tepat dalam anak kalimat karena dalam tata bahasa Indonesia tidak dikenal dengan kata penghubung “di mana”  atau “yang mana”. Beberapa contoh penggunaan kata penghubung yang kurang tepat terlihat pada tabel berikut:



No
Halaman, Paragraf & baris
Kalimat yang tertulis
Kalimat seharusnya
1.     
h.27 p.50 b.37
Apabila tarif pajak yang berlaku berbeda untuk tingkat laba kena pajak yang berbeda, maka aset dan liabilitas pajak tangguhan diukur dengan tarif pajak rata-rata yang diharapkan terhadap laba kena pajak (rugi pajak) pada periode dimana perbedaan temporer diharapkan terpulihkan
Apabila tarif pajak yang berlaku berbeda untuk tingkat laba kena pajak yang berbeda, aset dan liabilitas pajak tangguhan diukur dengan tarif pajak rata-rata yang diharapkan terhadap laba kena pajak (rugi pajak) pada periode ketika perbedaan temporer diharapkan terpulihkan
2.     
h.40 p.79 b.7
entitas kena pajak berbeda yang bermaksud untuk memulihkan aset dan liabilitas pajak kini dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan menyelesaikan liabilitas secara bersamaan, pada setiap periode masa depan yang mana jumlah signifikan atas aset atau liabilitas pajak tangguhan diharapkan diselesaikan atau dipulihkan
entitas kena pajak berbeda yang bermaksud untuk memulihkan aset dan liabilitas pajak kini dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan menyelesaikan liabilitas secara bersamaan, pada setiap periode masa depan ketika jumlah signifikan atas aset atau liabilitas pajak tangguhan diharapkan diselesaikan atau dipulihkan
3.     
h.40 p.81 b.26
Pada keadaan tersebut, jadwal rinci mungkin diperlukan untuk meyakinkan apakah liabilitas pajak tangguhan dari satu entitas kena pajak akan menghasilkan peningkatan pembayaran pajak pada periode yang sama dimana aset pajak tangguhan dari entitas kena pajak lainnya akan menghasilkan pengurangan pembayaran pajak oleh entitas kena pajak kedua.
Pada keadaan tersebut, jadwal rinci mungkin diperlukan untuk meyakinkan apakah liabilitas pajak tangguhan dari satu entitas kena pajak akan menghasilkan peningkatan pembayaran pajak pada periode yang sama ketika aset pajak tangguhan dari entitas kena pajak lainnya akan menghasilkan pengurangan pembayaran pajak oleh entitas kena pajak kedua.
4.     
h.43 p.87 b.38
jika suatu kombinasi bisnis di mana entitas adalah pihak pengakuisisi yang menyebabkan perubahan pada jumlah diakui untuk aset pajak tangguhan praakuisisi (lihat paragraf 71), jumlah perubahan tersebut
jumlah perubahan aset pajak tangguhan yang terjadi dalam suatu kombinasi bisnis jika kombinasi bisnis yang entitas menjadi pihak pengakuisisinya tersebut menyebabkan perubahan pada jumlah diakui untuk aset pajak tangguhan praakuisisi (lihat paragraf 71),

Versi  IAS 12:
if a business combination in which the entity is the acquirer causes a change in the amount recognised for its pre-acquisition deferred tax asset (see paragraph 67), the amount of that change (lihat p.81 IAS 12)

Penjelasan:
Yang perlu diungkapkan secara terpisah adalah jumlah perubahan aset pajak tangguhan yang terjadi dalam suatu bisnis kombinasi jika entitas menjadi pengakuisisinya.
5.     
h.44 p.88 b.17
entitas telah mengalami kerugian pada periode kini atau periode sebelumnya dimana aset pajak tangguhan terkait.
entitas telah mengalami kerugian pada periode kini atau periode sebelumnya yang aset pajak tangguhan terkait dengan periode tersebut

Versi  IAS 12:
the entity has suffered a loss in either the current or preceding period in the tax jurisdiction to which the deferred tax asset relates (p.82)
6.     
h.45 p.91 b.6
Seringkali, tarif yang sangat berguna adalah tarif pajak domestik di negara di mana entitas berdomisili
Seringkali, tarif yang sangat berguna adalah tarif pajak domestik di negara tempat entitas berdomisili
7.     
h.47 p.95 b.26
Contoh kasusnya di mana entitas memiliki entitas anak di luar negeri dalam jumlah banyak.
Contoh kasusnya adalah entitas yang memiliki entitas anak di luar negeri dalam jumlah banyak.
8.     
h.48 p.97 b.26
Hal yang sama juga terjadi, di mana perubahan pada tarif pajak atau peraturan pajak ditetapkan atau diumumkan setelah periode pelaporan, maka entitas mengungkapkan adanya dampak signifikan …
Hal yang sama juga terjadi, ketika perubahan pada tarif pajak atau peraturan pajak ditetapkan atau diumumkan setelah periode pelaporan, entitas mengungkapkan adanya dampak signifikan …
9.     
h.52 p.01 b.12
Pihak peminjam mencatat pinjaman pada saat pendapatan diterima (yang mana setara dengan jumlah pada saat jatuh tempo) dikurangi biaya transaksi
Pihak peminjam mencatat pinjaman pada saat pendapatan diterima (yang setara dengan jumlah pada saat jatuh tempo) dikurangi biaya transaksi
Ket: h. = halaman; p. = paragraf; dan b. = baris

4.       Penggunaan kata depan “di” pada “dimuka” seharusnya terpisah sehingga tertulis “di muka”. Ini karena kata “di” pada kata tersebut bukan merupakan awalan, tapi kata depan. Lihat paragraf 07, 101, dan 102.


Komentar di atas adalah bertujuan untuk lebih menyempurnakan ED PSAK 46 (Revisi 2010), namun alangkah baiknya bila hal ini dikonsultansikan dengan pihak yang lebih memahami masalah penggunaan bahasa Indonesia.


Penutup








Jakarta, 26 Oktober 2010

Disampaikan oleh,
Pengurus Pusat IKPI

Sumber : www.ikpi.or.id