Kamis, 10 Maret 2011

ED PSAK 46 REVISI 2010 PAJAK PENDAPATAN


TANGGAPAN ATAS ED PSAK 46 (REVISI 2010)


Jawaban atas Pertanyaan


A.     Pengaturan mengenai Pajak Penghasilan Final


1.       Komentar atas pertanyaan

a.       Ketentuan mengenai PPh Final masih diperlukan di PSAK sehingga ada keseragaman perlakuan akuntansi di dalam praktik, khususnya dalam hal pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan.
b.       Hal ini merujuk pada penjelasan Pasal 28 ayat 7 UU KUP 2007 “…pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.

2.       Komentar atas paragraf 98 baris 38

a.       Penggunaan kata “maka” di baris 38 tidak tepat karena tidak ada induk kalimat dalam kalimat tersebut. “Apabila nilai tercatat aset atau liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari dasar pengenaan pajaknya” merupakan anak kalimat, sedangkan “maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan” juga merupakan anak kalimat.
b.       Seharusnya kata “maka” ini dihilangkan sehingga bunyi kalimat secara lengkap adalah “Apabila nilai tercatat aset atau liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari dasar pengenaan pajaknya, perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan”. Dengan demikian, “Apabila nilai tercatat aset atau liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari dasar pengenaan pajaknya” berfungsi sebagai anak kalimat, sedangkan “perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan” menjadi induk kalimat.

3.       Komentar atas paragraf 101 baris 19 dan paragraf 102 baris 22

a.       Dalam kata “dimuka” seharusnya ditulis “di muka” karena kata “di” dalam kata tersebut berfungsi sebagai kata depan, bukan awalan “di”.
b.       Untuk membedakan kata “di” sebagai awalan atau pun kata depan, kita bisa melihatnya dalam kalimat pasif dan aktif. Misalnya,
1)       Kata “di” sebagai awalan
▪ “dibebankan” (pasif) bisa diubah menjadi “membebankan” (aktif),
▪ “dibayar” (pasif) bisa diubah menjadi “membayar” (aktif)
▪ “diakui” (pasif) bisa diubah menjadi “mengakui” (aktif), dan
▪ “disajikan” (pasif) bisa diubah menjadi “menyajikan” (aktif).
2)       Kata “di” sebagai kata depan
▪ “didepan” tidak bisa diubah menjadi “medepan” atau “mendepan”
▪ “dimuka” tidak bisa diubah menjadi “memuka”
▪ “diatas” tidak bisa diubah menjadi “meatas” atau “mengatas”

4.       Komentar atas paragraf 101 baris 20

a.       Kata “dan” seharusnya diganti dengan “atau”.
b.       Jika kata “dan” dipakai, akun Pajak Dibayar di Muka dan akun Pajak yang Masih Harus Dibayar harus dipakai bersamaan. Jika digunakan kata “atau”, entitas bisa memilih akun yang sesuai.
c.       Dalam hal beban pajak < PPh Final terutang, entitas akan menjurnal selisihnya sbb.:
Db. Beban pajak kini                                                          xxxx
Kr.  Pajak yang Masih Harus Dibayar                                             xxxx
d.       Dalam hal beban pajak > PPh Final terutang, entitas akan menjurnal selisihnya sbb.:
Db. Pajak Dibayar di Muka                                                xxxx
Kr. Beban pajak kini                                                                            xxxx 

B.     Pengaturan mengenai perlakuan terhadap Surat Ketetapan Pajak


1.       Isi paragraf 103

“Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada Laporan Laba Rugi periode berjalan, kecuali apabila diajukan keberatan dan atau banding. Jumlah tambahan pokok pajak dan denda yang ditetapkan dengan SKP ditangguhkan pembebanannya sepanjang memenuhi kriteria pengakuan aset. Apabila terdapat kesalahan maka perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25 (revisi 2010): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan”.

2.       Komentar atas penggunaan kata “denda”

a.       Penggunaan kata “denda” dalam baris 29 dan 34 kurang tepat karena di dalam UU KUP sanksi administrasi pajak yang ada di dalam SKP terdiri dari denda, kenaikan, dan bunga. Seharusnya dipakai istilah “sanksi administrasi”, bukan “denda”
b.       Ketiga sanksi yang ada di dalam SKP tersebut terangkum sbb.:

Rincian Sanksi Administrasi
Pasal Terkait dlm UU KUP
A. Denda

1.   Denda karena terlambat melaporkan SPT 
7
2.   Denda 150% dalam pembetulan SPT
8 ayat 3
3.   Denda 2% dari DPP
14 ayat 1 huruf d, e, & f  dan ayat 4
4.   Denda 200% untuk kealpaan pertama kali yang berakibat kerugian negara
13A
B. Bunga

1.   Bunga 2% karena pembetulan SPT
8 ayat 2 dan 2a
2.   Bunga 2% karena terlambat setor pajak
9 ayat 2a & 2b
3.   Bunga 2% dari pajak kurang bayar dalam SKPKB
13 ayat 1 huruf a & e dan ayat 2
4.   Bunga 48% karena ada pidana fiskal setelah daluwarsa 5 tahun lewat
13 ayat 5
5.   Bunga 2% per bulan dalam penerbitan STP
Pasal 14 ayat 1 huruf a & b dan ayat 3
6.   Bunga 2% per bulan dari PPN yang telah direstitusi
14 ayat 1 huruf g & ayat 5
7.   Bunga 2% per bulan dari utang pajak yang belum dilunasi
19 ayat 1-3
C. Kenaikan

1.   Kenaikan 50% karena pembetulan SPT
8 ayat 4 & 5
2.   Kenaikan 50% dari PPh kurang bayar dalam SKPKB
13 ayat 1 huruf b & d dan ayat 3 huruf a
3.   Kenaikan 100% dari PPh kurang bayar dalam SKPKB
13 ayat 1 huruf b & d dan ayat 3 huruf b
4.   Kenaikan 100% dari PPN kurang bayar dalam SKPKB
13 ayat 1 huruf b, c & d dan ayat 3 huruf c
5.   Kenaikan 100% dalam SKPKBT
15
6.   Kenaikan 100% dalam restitusi pendahuluan
17C & 17D


1.   Pidana Fiskal Karena Kealpaan
38
2.   Pidana Fiskal Karena Kesengajaan
39 ayat 1 UU
3.   Pidana Fiskal Karena Pengulangan Tindak Pidana
39 ayat 2
4.   Pidana Fiskal Karena Percobaan Melakukan Tindak Pidana
39 ayat 3
5.   Pidana Fiskal Karena Penerbitan Faktur Pajak
39A
6.   Pidana Fiskal untuk Pejabat yang Tidak  Memenuhi Kewajiban Merahasiakan
41
7.   Pidana Fiskal untuk Orang yang Tidak Memberi Keterangan
41A
8.   Pidana Fiskal Karena Menghalangi/Mempersulit Penyidikan Pajak
41B
9.   Pidana Fiskal Karena Kewajiban Memberikan Data/Informasi Perpajakan Tidak Terpenuhi
35A & 41C
       

3.       Komentar atas penggunaan kata “Surat Ketetapan Pajak (SKP)”

a.       Di dalam paragraf 103 perlu diatur juga tentang perlakuan akuntansi untuk “Surat Tagihan Pajak (STP) yang sama dengan perlakuan SKP.
b.       Di dalam proses penagihan pajak, selain SKP, terkadang kantor pajak juga menerbitkan Surat Tagihan Pajak. Penerbitan STP tersebut bisa bersamaan dengan SKP atau secara terpisah.
c.       Jika di dalam proses sengketa atas SKP dikenal dengan keberatan dan atau banding, atas penerbitan STP, wajib pajak juga bisa menempuh prosedur yang berurutan berikut ini:
1)       Permohonan penghapusan/pengurangan sanksi sesuai Pasal 36 UU KUP; dan atau
2)       Gugatan ke Pengadilan Pajak sesuai Pasal 23 UU KUP.
d.       Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan penghapusan/pengurangan sanksi ke kantor pajak, lalu gugatan ke pengadilan pajak, pembebanan sanksi menjadi tertunda sampai ada keputusan yang bersifat tetap.

4.       Komentar atas penggunaan kata “maka” di baris 36

Seharusnya kata “maka” dihilangkan sehingga kalimat secara keseluruhan berbunyi “Apabila terdapat kesalahan, perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25 (revisi 2010): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan”

C.     Ketentuan mengenai unused tax credit


1.       Kredit pajak hanya bisa diklaim pada tahun dilakukannya pemotongan/pemungutan. Hal ini diatur di dalam Pasal 20 UU PPh.

2.       Pasal 20 UU PPh di antaranya mengatur sbb.:

a.       Pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri.
b.       Pelunasan pajak tersebut dilakukan untuk setiap bulan atau masa lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
c.       Pelunasan pajak tersebut merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final

3.       Karena kredit pajak tersebut tidak bisa lagi dimanfaatkan di tahun pajak berikutnya, otomatis kriteria pengakuan aset terkait dengan adanya “future economic benefit” untuk unused tax credit tersebut menjadi tidak terpenuhi. Dengan demikian, kami tidak setuju atas pengakuan aset pajak tangguhan atas unused tax credit tersebut.  Alasan pertama bahwa perpajakan Indonesia tidak menganut prinsip tersebut, alasan kedua adalah dikhawatirkan informasi laporan keuangan yang dihasilkan dapat menyesatkan, dan alasan terakhir bahwa stakeholder Direktorat Jenderal Pajak akan pada apriori terhadap ED PSAK 46 (Revisi 2010).

 

D.     Contoh-contoh dalam ED PSAK 46 (Revisi 2010)


1.       Di dalam terminologi pajak, kedua istilah “perbedaan temporer kena pajak” (taxable temporary difference) dan “perbedaan temporer dapat dikurangkan” (deductible temporary difference) kurang lazim dikenal di Indonesia, baik di dalam peraturan pajak maupun praktik perpajakan. Sebagai gantinya, para praktisi pajak yang juga terlibat menekuni akuntansi sering menggunakan istilah koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi fiskal tersebut terbagi menjadi beda tetap dan beda waktu.

2.       Tabel berikut menggambarkan koreksi fiskal saat penyusunan Surat Pemberitahuan (SPT) dan dampak pajak tangguhannya jika koreksi fiskal tersebut terkait dengan perbedaan temporer :


Koreksi fiskal
Jenis akun yang dikoreksi
Perbandingan nilai tercatat di lap. laba rugi
Pajak Tangguhan
Istilah yang digunakan dalam PSAK No. 46
Koreksi positif
Penghasilan
Akuntansi < Pajak
Aset pajak tangguhan
Perbedaan termporer dapat dikurangkan
Biaya
Akuntansi > Pajak
Aset pajak tangguhan
Perbedaan termporer dapat dikurangkan
Koreksi negatif
Penghasilan
Akuntansi > Pajak
Liabilitas pajak tangguhan
Perbedaan temporer kena pajak
Biaya
Akuntansi < Pajak
Liabilitas pajak tangguhan
Perbedaan temporer kena pajak

3.       Ilustrasi di dalam PSAK perlu menambahkan terminologi yang lazim digunakan di dalam praktik perpajakan di Indonesia atau menggunakan tabel yang menjembatani penggunaan terminologi PSAK sesuai IFRS dan terminologi pajak dalam praktik. Tabel pada butir 2 merupakan contoh yang bisa menjembatani antara terminologi pajak dan akuntansi.  Usulan ini disampaikan agar salah satu stakeholder, yaitu Direkrtorat Jenderal Pajak, akan terbuka terhadap ED PSAK 46 (Revisi 2010).


4.       Komentar per paragraf  


No
Halaman & Paragraf
Isi paragraf
Komentar
1.      
h.50 p.02
Pendapatan dari penjualan barang yang diperhitungkan dalam laba akuntansi ketika barang dikirim tapi diperhitungkan dalam laba kena pajak pada saat kas diterima …
§  Sesuai dengan Pasal 28 UU KUP, pajak juga mengakui pendapatan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan metode pengakuannya bisa berbasis akrual atau pun kas.
§  Di dalam praktik perbedaan perlakuan seperti ini jarang terjadi karena di dalam perpajakan pendapatan dari penjualan barang juga diakui ketika barang dikirim.
§  Dengan demikian, transaksi ini tidak menimbulkan perbedaan temporer.
2.      
h.50 p.04
Biaya pengembangan sudah dikapitalisasi dan akan diamortisasi terhadap laporan laba rugi komprehensif tapi dikurangkan dalam menentukan laba kena pajak pada periode terjadinya.
§  Biaya pengembangan juga bisa dikapitalisasi dalam pajak sepanjang memenuhi kriteria Pasal 11A UUPPh.
§  Di dalam Pasal 11A UUPPh di antara diatur bahwa pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan harus dikapitalisasi dan bebannya dilakukan melalui amortisasi selama 4, 8, 16, atau 20 tahun sesuai dengan peraturan.
§  Jadi, permasalahannya bukan terletak pada secara akuntansi biaya tersebut dikapitalisasi, sedangkan secara fiskal biaya tersebut dibebankan pada tahun berjalan. Akan tetapi, permasalahannya pada masa manfaat dan metode amortisasinya
3.      
h.55 p.03
Biaya persediaan yang terjual sebelum akhir periode pelaporan dikurangkan dalam penghitungan laba akuntansi apabila barang atau jasa telah diberikan, tetapi dikurangkan dalam penghitungan laba kena pajak saat kas telah diterima
Lihat komentar no. 1 di atas
Ket: h. = halaman; p. = paragraf; dan b. = baris

E.      Ketentuan Transisi dan Tanggal Efektif    


Kami setuju dengan ketentuan transisi dan tanggal efektif ED PSAK 46 (revisi 2010): Pajak Penghasilan

SPT Konsolidasi di Paragraf 10


1.       Di dalam ketentuan perpajakan Indonesia tidak ada (tidak dikenal) SPT konsolidasi. Ini mengacu pada Pasal 3 ayat (1) UU KUP 2007 yang di antaranya mengatur bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan, menandatangani serta menyampaikannya ke kantor pajak.

2.       Perbandingan perbedaan temporer akan lebih praktis dan aplikatif dilakukan dalam laporan keuangan konsolidasian jika perbedaan temporer tersebut mengacu pada laporan keuangan masing-masing entitas.

3.       Jika dimungkinkan, standar yang mengatur tentang SPT konsolidasi bisa dihilangkan.  Alasan pertama bahwa perpajakan Indonesia tidak menganut prinsip tersebut, alasan kedua adalah dikhawatirkan informasi laporan keuangan yang dihasilkan dapat menyesatkan, dan alasan terakhir bahwa stakeholder Direktorat Jenderal Pajak akan pada apriori terhadap ED PSAK 46 (Revisi 2010).


Penggunaan Tata Bahasa Indonesia


1.       Penggunaan kata “maka” yang tidak tepat dalam penerapan kalimat bersyarat dan beberapa kalimat majemuk seperti contoh di bawah ini:


§  Contoh 1:

“Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, maka dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset”.  Kalimat tersebut tidak bisa ditukar menjadi ”maka dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset, apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak”.

“Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset”.  Kalimat tersebut bisa ditukar menjadi ”dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset, apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak”.
  
§  Contoh 2:

Kalimat “Berdasarkan kedua analisis tersebut, maka tidak ada liabilitas pajak tangguhan” tidak bisa ditukar menjadi “Maka tidak ada liabilitas pajak tangguhan berdasarkan kedua analisis tersebut”.

Kalimat “Berdasarkan kedua analisis tersebut, tidak ada liabilitas pajak tangguhan” bisa ditukar menjadi “Tidak ada liabilitas pajak tangguhan berdasarkan kedua analisis tersebut”.

2.       Tabel berikut berisi rangkuman beberapa penggunaan kata “maka” yang kurang tepat. Untuk itu, disarankan tim konvergensi di IAI melihat kembali terjemahan dalam ED PSAK 46 dan terjemahan ED PSAK lainnya maupun PSAK yang sudah disahkan. Komentar perbaikan kami sajikan pada tabel di bawah ini.


No
Halaman, Paragraf & baris
Kalimat yang tertulis
Kalimat seharusnya
1.     
h.5 p.6 b.18
Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, maka dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset.
Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset.
2.     
h.6 p.6 b.18 dan b.25
Berdasarkan kedua analisis tersebut, maka tidak ada liabilitas pajak tangguhan.
Berdasarkan kedua analisis tersebut, tidak ada liabilitas pajak tangguhan.
3.     
h.6 p.7 b.32
Dalam hal pendapatan diterima dimuka, maka dasar pengenaan pajak yang ditimbulkan liabilitas tersebut merupakan jumlah tercatat liabilitas
Dalam hal pendapatan diterima dimuka, dasar pengenaan pajak yang ditimbulkan liabilitas tersebut merupakan jumlah tercatat liabilitas
4.     
h.8 p.9 b.7
Apabila dasar pengenaan pajak aset atau liabilitas tidak begitu jelas, maka dasar pengenaan pajak tersebut dapat ditentukan menurut prinsip dasar yang digunakan pada Pernyataan ini
Apabila dasar pengenaan pajak aset atau liabilitas tidak begitu jelas, dasar pengenaan pajak tersebut dapat ditentukan menurut prinsip dasar yang digunakan pada Pernyataan ini
5.     
h.8 p.10 b.26
Dalam hal entitas melaporkan menggunakan SPT konsolidasi, maka dasar pengenaan pajak merujuk pada SPT Konsolidasi
Dalam hal entitas melaporkan menggunakan SPT konsolidasi, dasar pengenaan pajak merujuk pada SPT Konsolidasi
6.     
h.9 p.11 b.1
Apabila jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode kini dan periode-periode sebelumnya melebihi jumlah pajak yang terutang untuk periode-periode tersebut, maka selisihnya diakui sebagai aset
Apabila jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode kini dan periode-periode sebelumnya melebihi jumlah pajak yang terutang untuk periode-periode tersebut, selisihnya diakui sebagai aset
7.     
h.9 p.13 b.9
Apabila kerugian pajak digunakan untuk memulihkan pajak kini dari periode sebelumnya, maka entitas mengakui manfaat tersebut sebagai aset …
Apabila kerugian pajak digunakan untuk memulihkan pajak kini dari periode sebelumnya, entitas mengakui manfaat tersebut sebagai aset …
8.     
h.9 p.14 b.30
Namun, untuk perbedaan temporer kena pajak terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam ventura bersama, maka liabilitas pajak tangguhan harus diakui sesuai dengan paragraf 40
Namun, untuk perbedaan temporer kena pajak terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam ventura bersama, maka liabilitas pajak tangguhan harus diakui sesuai dengan paragraf 40
9.     
h.10 p.15 b.30
Untuk memulihkan jumlah tercatat 100, maka entitas harus memperoleh laba kena pajak sebesar 100
Untuk memulihkan jumlah tercatat 100, entitas harus memperoleh laba kena pajak sebesar 100
10.  
h.11 p.16 b.17
…apabila penyusutan menurut pajak lebih lambat dibanding penyusutan menurut akuntansi, maka timbul perbedaan temporer dapat dikurangkan dalam penghitungan laba kena pajak…
…apabila penyusutan menurut pajak lebih lambat dibanding penyusutan menurut akuntansi, timbul perbedaan temporer dapat dikurangkan dalam penghitungan laba kena pajak…
11.  
h.12 p.18 b.24
…apabila jumlah tercatat aset disesuaikan ke nilai wajarnya tetapi dasar pengenaan pajak aset tersebut tetap sebesar harga perolehan sebelumnya, maka timbul perbedaan temporer yang mengakibatkan timbulnya liabilitas pajak tangguhan
…apabila jumlah tercatat aset disesuaikan ke nilai wajarnya tetapi dasar pengenaan pajak aset tersebut tetap sebesar harga perolehan sebelumnya, timbul perbedaan temporer yang mengakibatkan timbulnya liabilitas pajak tangguhan
12.  
h.15 p.21 b.27
Jika entitas selanjutnya mengakui kerugian penurunan Rp20 atas goodwill tersebut, maka jumlah perbedaan temporer kena pajak berkaitan pada goodwill berkurang dari Rp100 menjadi Rp80
Jika entitas selanjutnya mengakui kerugian penurunan Rp 20 atas goodwill tersebut, jumlah perbedaan temporer kena pajak berkaitan pada goodwill berkurang dari Rp 100 menjadi Rp 80
13.  
h.15 p.22 b.6
Apabila jumlah tercatat goodwill pada akhir tahun akuisisi tetap sebesar Rp100, maka perbedaan temporer kena pajak adalah Rp20 ditimbulkan pada akhir tahun tersebut
Apabila jumlah tercatat goodwill pada akhir tahun akuisisi tetap sebesar Rp100, perbedaan temporer kena pajak adalah Rp20 ditimbulkan pada akhir tahun tersebut
14.  
h.15 p.22 b.9
Karena perbedaan temporer kena pajak tidak terkait pada pengakuan awal goodwill, maka hasil liabilitas pajak tangguhan diakui.
Karena perbedaan temporer kena pajak tidak terkait pada pengakuan awal goodwill, hasil liabilitas pajak tangguhan diakui.
15.  
h.15 p.23 b.31
apabila transaksi tersebut mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba kena pajak, maka entitas mengakui aset atau liabilitas pajak tangguhan dan mengakui beban atau penghasilan pajak tangguhan dalam laporan laba rugi …
apabila transaksi tersebut mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba kena pajak, entitas mengakui aset atau liabilitas pajak tangguhan dan mengakui beban atau penghasilan pajak tangguhan dalam laporan laba rugi …
16.  
h.16 p.23 b.16
Selama entitas memulihkan jumlah tercatat aset, maka entitas akan menghasilkan penghasilan pajak sebesar 1.000 dan membayar pajak sebesar 400
Selama entitas memulihkan jumlah tercatat aset, entitas akan menghasilkan penghasilan pajak sebesar 1.000 dan membayar pajak sebesar 400
Ket: h. = halaman; p. = paragraf; dan b. = baris

3.       Penggunaan kata penghubung “…mana…” yang tidak tepat dalam anak kalimat karena dalam tata bahasa Indonesia tidak dikenal dengan kata penghubung “di mana”  atau “yang mana”. Beberapa contoh penggunaan kata penghubung yang kurang tepat terlihat pada tabel berikut:



No
Halaman, Paragraf & baris
Kalimat yang tertulis
Kalimat seharusnya
1.     
h.27 p.50 b.37
Apabila tarif pajak yang berlaku berbeda untuk tingkat laba kena pajak yang berbeda, maka aset dan liabilitas pajak tangguhan diukur dengan tarif pajak rata-rata yang diharapkan terhadap laba kena pajak (rugi pajak) pada periode dimana perbedaan temporer diharapkan terpulihkan
Apabila tarif pajak yang berlaku berbeda untuk tingkat laba kena pajak yang berbeda, aset dan liabilitas pajak tangguhan diukur dengan tarif pajak rata-rata yang diharapkan terhadap laba kena pajak (rugi pajak) pada periode ketika perbedaan temporer diharapkan terpulihkan
2.     
h.40 p.79 b.7
entitas kena pajak berbeda yang bermaksud untuk memulihkan aset dan liabilitas pajak kini dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan menyelesaikan liabilitas secara bersamaan, pada setiap periode masa depan yang mana jumlah signifikan atas aset atau liabilitas pajak tangguhan diharapkan diselesaikan atau dipulihkan
entitas kena pajak berbeda yang bermaksud untuk memulihkan aset dan liabilitas pajak kini dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan menyelesaikan liabilitas secara bersamaan, pada setiap periode masa depan ketika jumlah signifikan atas aset atau liabilitas pajak tangguhan diharapkan diselesaikan atau dipulihkan
3.     
h.40 p.81 b.26
Pada keadaan tersebut, jadwal rinci mungkin diperlukan untuk meyakinkan apakah liabilitas pajak tangguhan dari satu entitas kena pajak akan menghasilkan peningkatan pembayaran pajak pada periode yang sama dimana aset pajak tangguhan dari entitas kena pajak lainnya akan menghasilkan pengurangan pembayaran pajak oleh entitas kena pajak kedua.
Pada keadaan tersebut, jadwal rinci mungkin diperlukan untuk meyakinkan apakah liabilitas pajak tangguhan dari satu entitas kena pajak akan menghasilkan peningkatan pembayaran pajak pada periode yang sama ketika aset pajak tangguhan dari entitas kena pajak lainnya akan menghasilkan pengurangan pembayaran pajak oleh entitas kena pajak kedua.
4.     
h.43 p.87 b.38
jika suatu kombinasi bisnis di mana entitas adalah pihak pengakuisisi yang menyebabkan perubahan pada jumlah diakui untuk aset pajak tangguhan praakuisisi (lihat paragraf 71), jumlah perubahan tersebut
jumlah perubahan aset pajak tangguhan yang terjadi dalam suatu kombinasi bisnis jika kombinasi bisnis yang entitas menjadi pihak pengakuisisinya tersebut menyebabkan perubahan pada jumlah diakui untuk aset pajak tangguhan praakuisisi (lihat paragraf 71),

Versi  IAS 12:
if a business combination in which the entity is the acquirer causes a change in the amount recognised for its pre-acquisition deferred tax asset (see paragraph 67), the amount of that change (lihat p.81 IAS 12)

Penjelasan:
Yang perlu diungkapkan secara terpisah adalah jumlah perubahan aset pajak tangguhan yang terjadi dalam suatu bisnis kombinasi jika entitas menjadi pengakuisisinya.
5.     
h.44 p.88 b.17
entitas telah mengalami kerugian pada periode kini atau periode sebelumnya dimana aset pajak tangguhan terkait.
entitas telah mengalami kerugian pada periode kini atau periode sebelumnya yang aset pajak tangguhan terkait dengan periode tersebut

Versi  IAS 12:
the entity has suffered a loss in either the current or preceding period in the tax jurisdiction to which the deferred tax asset relates (p.82)
6.     
h.45 p.91 b.6
Seringkali, tarif yang sangat berguna adalah tarif pajak domestik di negara di mana entitas berdomisili
Seringkali, tarif yang sangat berguna adalah tarif pajak domestik di negara tempat entitas berdomisili
7.     
h.47 p.95 b.26
Contoh kasusnya di mana entitas memiliki entitas anak di luar negeri dalam jumlah banyak.
Contoh kasusnya adalah entitas yang memiliki entitas anak di luar negeri dalam jumlah banyak.
8.     
h.48 p.97 b.26
Hal yang sama juga terjadi, di mana perubahan pada tarif pajak atau peraturan pajak ditetapkan atau diumumkan setelah periode pelaporan, maka entitas mengungkapkan adanya dampak signifikan …
Hal yang sama juga terjadi, ketika perubahan pada tarif pajak atau peraturan pajak ditetapkan atau diumumkan setelah periode pelaporan, entitas mengungkapkan adanya dampak signifikan …
9.     
h.52 p.01 b.12
Pihak peminjam mencatat pinjaman pada saat pendapatan diterima (yang mana setara dengan jumlah pada saat jatuh tempo) dikurangi biaya transaksi
Pihak peminjam mencatat pinjaman pada saat pendapatan diterima (yang setara dengan jumlah pada saat jatuh tempo) dikurangi biaya transaksi
Ket: h. = halaman; p. = paragraf; dan b. = baris

4.       Penggunaan kata depan “di” pada “dimuka” seharusnya terpisah sehingga tertulis “di muka”. Ini karena kata “di” pada kata tersebut bukan merupakan awalan, tapi kata depan. Lihat paragraf 07, 101, dan 102.


Komentar di atas adalah bertujuan untuk lebih menyempurnakan ED PSAK 46 (Revisi 2010), namun alangkah baiknya bila hal ini dikonsultansikan dengan pihak yang lebih memahami masalah penggunaan bahasa Indonesia.


Penutup








Jakarta, 26 Oktober 2010

Disampaikan oleh,
Pengurus Pusat IKPI

Sumber : www.ikpi.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar